Rupiah Menguat, Harga BBM Non Subsidi Turun, TDL Juga Dipastikan Tidak akan Naik

Rupiah Menguat, Harga BBM Non Subsidi Turun, TDL Juga Dipastikan Tidak akan Naik

JAKARTA-Pertamina menepati janjinya. Terhitung hari ini (5/1) pukul 00.00 WIB (tadi malam), Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi turun. Ini sejalan dengan turunnya harga minyak dunia dan penguatan rupiah terhadap dolar Amerika. Kepastian turunnya harga BBM itu disampaikan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati. “Sesui dengan aturan yang berlaku maka mekanismenya demikian. Ini tentu untuk masyarakat, yang begitu percaya dengan Pertamina,” terang Nicke dalam keterangan tertulis yang diterima Fajar Indonesia Network (Radar Cirebon Group). Untuk Pertalite turun Rp150 per liter, Pertamax turun Rp200 per liter, Pertamax Turbo turun Rp250 per liter, Dexlite turun sebesar Rp200 per liter, dan Dex turun Rp100 per liter. Direktur Pemasaran Retail Pertamina Masud Khamid menambahkan, Pertamina akan terus mengevaluasi secara berkala harga BBM tersebut sesuai dengan dinamika harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah di pasar global (selengkapnya lihat grafis). \"\"Kondisi ini tentu berimplikasi terhadap tarif listrik. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan dengan menguatnya rupiah terhadap dolar secara otomatis tarif untuk pelanggan nonsubsidi periode Januari hingga Maret 2019 tidak naik. “Besaran tarif listrik itu sama dengan periode OktoberDesember 2018,” terangnya. Keputusan pemberian subsidi juga berjalan sesuai aturan. Dengan mengaitkan 25 golongan baik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), bisnis kecil, industri kecil dan kegiatan sosial. “Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 Tahun 2017, apabila terjadi perubahan terhadap asumsi makro (kurs, Indonesian crude price/ICP, dan inflasi) yang dihitung secara triwulanan, dilakukan penyesuaian tarif listrik,” terangnya. Pada September hingga November 2018, parameter ekonomi makro rata-rata per tiga bulan menunjukkan perubahan. Nilai tukar rupiah terhadap USD menjadi Rp14.914,82; ICP menjadi USD 71,81 per barel; dan inflasi rata-rata 0,12 persen. “Berdasar perubahan parameter tersebut, seharusnya tarif listrik naik. Namun, pemerintah mempertahankan agar tarif listrik tidak naik,” imbuhnya. Ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi nasional. Terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan, pemerintah memang berhasil menahan laju inflasi dengan menekan harga bahan bakar minyak (BBM) dan listrik. “Itu bisa menjadi nilai jual tersendiri bagi pemerintah di tahun politik,” ujarnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi Desember mencapai 0,62 persen. Karena itu, inflasi tahunan 3,13 persen pada 2018. Capaian itu lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi 2017 yang sebesar 3,61 persen. Meski demikian, subsidi energi 2018 membengkak Rp59 triliun dari pagu APBN 2018. Realisasi subsidi energi tahun lalu mencapai Rp153,5 triliun. Sedangkan pagu APBN 2018 hanya Rp94,5 triliun. Pembengkakan terbesar subsidi BBM disebabkan tambahan subsidi solar dari Rp500 menjadi Rp2 ribu per liter. Selain itu, rata-rata harga minyak mentah berdasar perhitungan sementara mencapai USD 67,5 per barel. Jauh melebihi asumsi ICP yang digunakan dalam APBN 2018, yakni USD 48 per barel. ICP itu terkerek tingginya harga minyak dunia. Karena itu, realisasi subsidi BBM pun membengkak 417 persen dari Rp9,3 triliun menjadi Rp38,87 triliun. Realisasi subsidi LPG tercatat membengkak 154,8 persen dari Rp37,559 triliun jadi Rp58,144 triliun. “Sedangkan subsidi listrik mengalami pembengkakan paling sedikit, yakni hanya 118,6 persen dari Rp47,66 triliun menjadi Rp56,507 triliun,\" urainya. (fin/ful)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: